Di bawah teriknya matahari dan di atas keringnya gurun pasir terdapat kesejukan abadi yang dianugrahkan kepada bangsa Arab, yaitu bahasa dan sastra. Di balik kejayaan bahasa Arab yang hari ini menjadi salah satu bahasa internasional, terdapat seorang tokoh besar sebagai peletak pondasi bangunan bahasa yang agung itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.. Lewat inisiatifnya yang dahsyat dalam melestarikan bahasa Arab, dari masa ke masa, bahasa Arab mampu bertahan, bergerak mengikuti irama zaman.
Ali adalah putra dari Abu Thalib, paman Muhammad saw. Dalam diri Ali, terpancarlah pesona dan kebijaksanaan yang tak tertandingi, menjadi bukti nyata dari kebenaran ajaran suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Kecemerlangan Ali bin Abi Thalib tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa dia adalah khalifah keempat, yang meneguhkan kedudukan luhur keluarga Nabi Muhammad saw. sebagai pilar dan penjaga kebenaran agama. Namun, kegemilangan Sayyidina Ali bukan semata-mata berada pada posisi politiknya, melainkan pada kecerdasan, kebijaksanaan, dan keindahan bahasanya.
Dalam perjalanan hidupnya, Ali bin Abi Thalib menampilkan ketajaman pikiran yang melampaui zamannya. Dikisahkan bahwa bahasa yang keluar dari bibirnya begitu indah dan merdu, seolah-olah tiap kata yang diucapkannya adalah ayat suci yang diturunkan dari langit. Para ulama sependapat bahwa Ali adalah sosok yang fasih dalam bertutur kata, dan kebijaksanaan yang terpancar dari setiap ucapannya tak tertandingi.
Kecantikan bahasanya tak lepas dari kekayaan ilmu dan hikmah yang tersimpan di dalamnya. Setiap pernyataannya memancarkan sinar kebijaksanaan yang membangkitkan jiwa dan pikiran pendengarnya. Ucapannya sering kali begitu puitis. Dengan mempersembahkan perumpamaan-perumpamaan Arab yang mendalam (Asy-Syaikh 1436 H./2015 M., 174), Ali mampu membelai hati mereka yang mendengarnya.
Puncak dari kontribusi besar Ali bin Abi Thalib terhadap bahasa Arab adalah ketika dia menjadi peletak dasar bagi ilmu nahwu. Dikisahkan, saat itu sudah berhari-hari Ali bin Abi Thalib merenung, menimbang gamang sebuah persoalan yang mendasar bagi peradaban. Ali menemukan bahwa bahasa Arab setiap hari semakin rusak, menurutnya persoalan itu disebabkan oleh percampuran penutur asli bahasa Arab dengan orang-orang dari luar Arab. Perenungan panjang tersebut membuat Ali berinisiatif untuk membuat ilmu tentang kaidah bahasa Arab. Langkah pertama yang Ali lakukan adalah memanggil seorang ilmuwan yang gemilang, Abu Al-Aswad Ad-Du`āli, untuk memulai perjalanan menggali kekayaan ilmu bahasa Arab.
Pada hari itu, Abu Al-Aswad Ad-Du`āli mendapati Ali bin Abi Thalib sedang memegang satu lembar catatan di tangannya. Catatan itu berisi definisi ringkas tentang ism, fi’l, dan harf, elemen-elemen dasar dalam struktur bahasa Arab yang dapat memberi pemahaman mendalam tentang tata bahasa Arab. Dengan penuh semangat, Ali memberikan tugas penting kepada Abu Al-Aswad Ad-Du`āli untuk menyusun sebuah ilmu seperti yang terdapat dalam catatan itu, dengan pesan yang menggema, “Unhu hadzā an-nahwa” — “buatlah seperti contoh ini!”
Dengan tekun dan penuh dedikasi, Abu Al-Aswad Ad-Du`ali melangkah maju untuk menyusun sebuah kaidah bahasa Arab. Bab demi bab kaidah bahasa Arab yang telah ditulis ia periksakan kepada pembimbingnya, Ali bin Abi Thalib. Dengan penuh rasa hormat, Ali memuji kecemerlangan usaha Abu Al-Aswad, “Mā ahsana hadzā an-nahwu” — “Betapa bagusnya contoh ini!” Dari ucapan Ali bin Abi Thalib-lah istilah ilmu nahwu berasal.
Perjalanan Abu Al-Aswad Ad-Du`ali dalam membangun ilmu nahwu tersebut menginspirasi generasi berikutnya untuk terus menggali dan memahami struktur bahasa Arab dengan lebih mendalam. Meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai siapa peletak dasar ilmu nahwu, namun menurut Syaikh Muhammad Ath-Thanthāwi (Thanthawi 1995, 26), riwayat dari Abu Al-Aswad Ad-Du`āli, yang menyiratkan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah peletak dasar ilmu nahwu, merupakan riwayat yang paling sahih.
SUMBER
- Asy-Syaikh, Abd As-Sattār. 1436 H./2015 M. Ali Bin Abi Thālib Amīr Al-Mu`mini Wa Ar-Rābi’ Al-Khulafā` Ar-Rāsyidīn. Damaskus: Dār Al-Qalam.
- Thanthawi, Asy-Syaikh Muhammad. 1995. Nasy`ah An-Nahw Wa Tārīkh Asyhar An-Nuhah. Kairo: Dār Al-Ma’ārif.