Di tengah gemuruh malam yang sunyi, terhamparlah sebuah desa kecil di Pondok Gontor lama, menandakan awal dari perjalanan yang epik bagi seorang putra bungsu yang bakal menorehkan
namanya dalam sejarah; Imam Zarkasyi. Di desa Gontor, kabupaten Ponorogo Jawa Timur, lahirlah seorang anak dari Kyai Santoso Anom Besari. Sejak kecil Imam Zarkasyi telah ditempa oleh kehidupan. Saat usianya belum genap sepuluh tahun, ia merasakan getirnya kehilangan sosok ayah, dan dua tahun sesudahnya giliran ibunya meninggal.
Namun, api semangatnya tidak padam. Di bawah bayang-bayang kepergian orangtuanya, ia tetap gigih berusaha meraih cahaya ilmu. Dalam cengkeraman ilmu yang menerangi jalannya, Imam
Zarkasyi menggenggam erat cita-cita. Dari sekolah desa hingga Pesantren Josari, jiwanya yang haus akan pengetahuan tidak pernah padam. Setiap detik malam, kitab suci ia telusuri dengan lahapnya, menyerap kebijaksanaan dari setiap halaman yang terbuka.
Namun, tak cukup bagi jiwa yang haus akan pengetahuan. Dengan dorongan dari gurunya, Mohammad Oemar al-Hasyimi, ia melanjutkan berlayar menuju Padang Panjang, tempat di
mana sinar ilmu bersinar terang. Di sana, di bawah bimbingan sang pembaharu, Mahmud Yunus, Imam Zarkasyi bukan hanya mengasah bahasa Arab dan bahasa Inggris, tetapi juga –secara tidak langsung- belajar bagaimana penerapan kurikulum sekolah modern.
Setelah kembali ke kampung halaman, Imam Zarkasyi membawa pulang kilauan ilmu yang membara, meneteskan embun kebijaksanaan pada tanah yang dia pijak. Kurikulum modern yang
diterapkannya di pesantren Gontor tidak hanya sekadar pelajaran, tetapi berupa perubahan revolusioner. Saat kemerdekaan bergemuruh di Indonesia, Imam Zarkasyi berdiri tegak, dengan tangannya yang terampil dan hati yang penuh semangat, ia menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan dan Pengajaran di Kantor Urusan Agama (Shumubu) Jakarta (Hamid and Ahza 2003, 46-47) . Dalam huru-hara revolusi, dalam deru amarah dan kegembiraan, ia terus memperjuangkan hak setiap anak bangsa akan pendidikan yang berkualitas.
Di ujung perjalanan panjang yang telah ia lalui, di tengah hening Rumah Sakit Madiun, jiwanya yang luhur dan cemerlang itu mengembuskan napas terakhirnya pada 30 April 1985. Namun, jejaknya tidak akan pernah pudar. Kisah Imam Zarkasyi, dari seorang yatim piatu yang haus akan ilmu, hingga seorang pilar pendidikan di tanah air, akan selalu menjadi nyala api yang membimbing generasi-generasi mendatang menuju jalan kebijaksanaan. Sebuah legenda yang akan terus dikenang dalam detak hati bangsa.
Sumber
Hamid, Shalahudin, and Iskandar Ahza. Seratus Tokoh Islam Yang Paling Berpengaruh Di Indonesia. Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2003.